Beranda | Artikel
Zikir dan Ketenangan Hati
12 jam lalu

Setiap manusia mendambakan ketenangan hati. Ada yang mencarinya dalam harta, jabatan, popularitas, bahkan hiburan. Namun semakin dicari pada selain Allah, hati justru semakin gelisah. Betapa banyak orang yang bergelimang harta tetapi gelisah, sebaliknya ada orang yang sederhana namun wajahnya berseri karena hatinya tenang bersama Allah.

Ketenangan hakiki bukanlah hasil materi, melainkan buah dari iman dan kedekatan dengan Allah. Allah Ta’ala menegaskan dalam Al-Qur’an,

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. ar-Ra‘d: 28)

Inilah rahasia besar yang dilupakan banyak orang. Padahal kunci ketentraman ada di tangan kita: zikrullah. Mari kita gali lebih dalam bagaimana zikir menghidupkan hati, membedakan antara hidup dan mati, serta membawa kita kepada keberuntungan dunia dan akhirat.

Zikir adalah perintah langsung dari Allah

Zikir bukan sekadar amalan sunah tambahan. Ia adalah perintah langsung dari Allah yang wajib dipahami setiap muslim. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا ۝ وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

“Wahai orang-orang yang beriman, berzikirlah kepada Allah dengan zikir yang banyak, dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS. al-Ahzab: 41–42)

Ayat ini menggunakan redaksi ذِكْرًا كَثِيرًا (zikir yang banyak). Artinya, Allah tidak menghendaki kita berzikir sesekali, melainkan menjadikannya nafas kehidupan sehari-hari. Sebagaimana kita tidak bisa hidup tanpa oksigen, hati juga tidak bisa hidup tanpa zikir.

Rasulullah ﷺ pun menegaskan perintah zikir dengan sabdanya,

لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ

“Hendaklah lisanmu senantiasa basah dengan zikir kepada Allah.” (HR. at-Tirmidzi no. 3375, hasan)

Maka jangan biarkan hari-hari kita kering dari zikrullah. Karena keringnya lisan dari zikir akan membuat hati menjadi gersang, jauh dari Allah Ta’ala. Dan kadangkala, di sinilah pintu masuknya setan, membisiki dan merayu agar kita berbuat hal-hal yang dimurkai oleh Allah. Wal’iyadzu billah.

Zikir menghidupkan hati yang mati

Rasulullah ﷺ membuat perumpamaan yang tajam tentang zikir,

مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ

“Perumpamaan orang yang berzikir kepada Rabb-nya dan orang yang tidak berzikir adalah seperti orang hidup dan orang mati.” (HR. al-Bukhari no. 6407 dan Muslim no. 779)

Bayangkan, seseorang yang tidak pernah berzikir hakikatnya mayat berjalan. Ia bernafas, makan, bekerja, namun hatinya mati—kering dari cahaya iman. Sebaliknya, orang yang berzikir meski miskin, lelah, atau sedang diuji, hatinya tetap hidup, penuh cahaya, dan bercahaya pula di hadapan orang lain.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Zikir bagi hati seperti air bagi ikan. Bagaimana jadinya keadaan ikan bila ia dipisahkan dari air?” (al-Wabil ash-Shayyib, hal. 80)

Tanpa zikir, hati akan cepat berkarat. Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنَّ هَذِهِ الْقُلُوبَ تَصْدَأُ كَمَا يَصْدَأُ الْحَدِيدُ

“Sesungguhnya hati itu berkarat sebagaimana besi berkarat.”

Para sahabat bertanya, “Apa penghilangnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,

ذِكْرُ اللَّهِ وَتِلَاوَةُ الْقُرْآنِ

“Dengan zikir kepada Allah dan membaca Al-Qur’an.” (HR. al-Baihaqi dalam Syu‘ab al-Iman, 1: 396, hasan)

Ibarat cermin. Jika lama tidak dibersihkan, debu dan karat akan menutupi pantulannya, hingga tidak lagi bisa memantulkan wajah dengan jelas. Begitu pula hati kita. Saat lalai dari zikir, hati dipenuhi karat syahwat, noda dosa, dan kerak kelalaian, sehingga tidak mampu lagi memantulkan cahaya iman. Pada akhirnya, hati menjadi gelap, keras, dan sulit menerima nasihat. Inilah “kematian” hati sebelum jasad dikuburkan.

Maka zikir pun menjadi obat karat hati, penghapus noda batin, sekaligus cahaya yang membuat iman selalu segar. Siapa yang rajin berzikir, hatinya akan senantiasa hidup, lembut, dan bercahaya. Namun siapa yang melalaikan zikir, meski tubuhnya masih bergerak di dunia, sejatinya ia sudah mayat hidup yang kehilangan rasa.

Zikir lebih manis dari cinta dunia

Setiap manusia pernah merasakan cinta: entah cinta orang tua, pasangan, atau dunia. Namun tidak ada cinta yang menandingi manisnya cinta kepada Allah. Zikir adalah tanda cinta tersebut.

Ketika seseorang jatuh cinta, ia selalu menyebut nama yang dicintainya, mengingat-ingat, bahkan sulit tidur karena rindu. Maka jika kita benar-benar mencintai Allah, bukankah kita seharusnya lebih sering menyebut nama-Nya?

Allah Ta’ala berfirman dalam hadis qudsi,

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ

“Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku pun mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam suatu majelis, Aku akan mengingatnya di majelis yang lebih baik dari mereka.” (HR. al-Bukhari no. 7405, Muslim no. 2675)

Renungkanlah, betapa bahagianya seorang hamba ketika namanya disebut oleh Allah di hadapan para malaikat! Apakah ada kehormatan yang lebih tinggi dari itu?

Maka tidak mengherankan bila para salaf menegaskan, “Orang yang lalai dari zikir, ia telah kehilangan manisnya iman.” Zikir bukan sekadar aktivitas lisan, ia adalah tanda hidupnya cinta seorang hamba kepada Rabb-nya.

Menjadikan zikir sebagai rutinitas hidup

Zikir yang paling utama adalah membaca Al-Qur’an. Sebab Al-Qur’an adalah zikir itu sendiri. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Qur’an), dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya.” (QS. al-Hijr: 9)

Selain itu, Rasulullah ﷺ telah mengajarkan zikir harian yang ringan namun agung pahalanya. Misalnya:

  • سُبْحَانَ اللَّهِ (Subhanallah),
  • الْحَمْدُ لِلَّهِ (Alhamdulillah),
  • لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ (Laa ilaha illallah),
  • اللَّهُ أَكْبَرُ (Allahu Akbar).

Rasulullah ﷺ bersabda,

كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

“Dua kalimat yang ringan di lisan, berat di timbangan, dan dicintai oleh Ar-Rahman: Subhanallah wa bihamdihi, Subhanallahil ‘Azhiim.” (HR. al-Bukhari no. 6682, Muslim no. 2694)

Agar zikir menjadi kebiasaan, perlu komitmen. Misalnya berjanji kepada Allah, “Ya Allah, saya tidak akan tidur sebelum membaca zikir pagi-petang,” atau “Saya akan membaca tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir masing-masing 100 kali sehari.”

Jika suatu hari lalai, tebuslah dengan sedekah atau melipatgandakan bacaan esok harinya. Dengan begitu, setan akan enggan menghalangi kita, karena ia tahu bahwa jika berhasil membuat kita lalai, justru ia akan rugi besar.

Saudaraku, hidup tanpa zikir adalah hidup tanpa ruh. Orang yang lalai dari zikrullah hakikatnya telah mati sebelum kematian menjemputnya. Sebaliknya, orang yang senantiasa berzikir meski dunia menekan, hatinya hidup, damai, dan mulia di sisi Allah.

Mari mulai dari yang kecil: istighfar 100 kali sehari, membaca Al-Qur’an meski hanya satu halaman, hadir di majelis ilmu seminggu sekali. Jangan remehkan amalan sederhana ini. Bila dilakukan konsisten, niscaya hati kita akan basah dengan zikrullah dan hidup kita dipenuhi ketenangan.

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. ar-Ra‘d: 28)

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang hidup dengan dzikrullah, dimuliakan di dunia, dan dikumpulkan di surga bersama orang-orang yang hatinya senantiasa hidup dengan mengingat-Nya. آمين.

Baca juga: Zikir Pagi

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Artikel Muslim.or.id


Artikel asli: https://muslim.or.id/109601-zikir-dan-ketenangan-hati.html